Selasa, 18 November 2014

Aku & Lupus, Part II



Bahagia Bersama Derita

Dua tahun kemudian…
Ironis kehidupan kadang tak pernah disangka-sangka. Kadang derita bukan hanyalah sekedar derita, namun justru mengundang bahagia.
Biasanya kala derita itu menghampiri, baru sedikit saja derita itu terasa, rasa hati ingin segera keluar dari derita itu pun mulai memuncak, namun, tidak pernah memikirkan akan kebahagiaan yang selama ini didapatkan itu tidak sebanding dengan derita itu.
Dikala derita itu mulai memberontak didalam hati dan pikiran, hanya kesabaran dan  keikhlasanlah yang mampu menenangkannya.
          Kini aku telah berumur 15 tahun dan telah duduk di kelas IX, SMP. Tak terasa sudah dua tahun aku jalani hidupku dengan dia si LUPUS itu, mengapa dia masih saja ingin hidup denganku..?? Aku tak pernah menginginkan dia masuk dan ikut campur dalam detik demi detik relung waktu hidup ini, dia masih saja besemayam di sudut itu, di sudut terdalam tempat di mana aku tak pernah mendatanginya. Ingin ku berteriak dan menyeret paksa dia keluar.
Namun, apalah dayaku, hanya keikhlasan dan kesabaran yang mampu membuat aku berdiri tegak dan hanya keajaiban Allah SWT yang dapat  membantuku  untuk  mengusirnya  dari  tubuhku.
          Tinggal sebentar lagi aku akan ujian akhir, dan untuk persiapan yang matang, sekolah mengadakan les pemantapan di sore hari, aku pun mengikuti les pemantapan dengan penuh semangat.
          Hingga tak ku sadari aktivitas yang ku lakukan terlalu berlebihan dan LUPUS pun kambuh, dia mengamuk dan menyerang tubuhku, aku pun mendadak panas dan tidak masuk sekolah selama beberapa hari. Aku sangat sedih karena takut ketinggalan materi.
“Bagaimana aku bisa mengisi soal ujian nanti, jika keadaan ku lemah seperti ini..??” ucapku.

Ketika  ujian  akhir  tahun  ajaran  2011/2012,  aku  mengikuti ujian dengan tenang, dan Alhamdulillah aku berhasil melewatinya.
          Saat ujian peraktik tiba.
Saat itu materinya adalah lari.
          “Apa kamu yakin, mau mengikuti ujian lari ini, bagaimana jika kamu pingsan nanti..??” ucap sahabatku kepadaku.
          “Sebenarnya aku tidak yakin dengan kemampuan ku. Namun, aku telah bertekad untuk tetap mengikuti ujian praktek ini” ucapku dalam hati.
          Aku pun langsung mengambil posisi start, ku lihat wajah sahabat ku yang khawatir dengan kondisiku.
          Bisikan halus angin-angin itu mulai terasa, membuat tubuh ini terasa gemetaran, suasana pun agak sedikit tenang. 
          “Apa kamu yakin Indah..??”Tanya salah satu dari sahabat ku.
          Aku menjawabnya hanya dengan senyuman di bibirku. Dengan focus ku tatap garis finish di ujung sana.
          ”Bersedia, siap, ya..!!” pak guru memberi aba-aba.
          Aku pun berlari sekuat mungkin, seluruh kemampuan yang aku miliki telahku keluarkan, tak ku hiraukan kata-kata ejekan dari teman-teman yang lainnya.
          Dengan mata yang terus menuju ke garis finish itu dan otak yang terus memusatkan fikirannya pada garis finish di depan sana.
          “aku pasti bisa” ucapku dalam hati
          Aku pun mulai terasa lelah dan pandanganku terasa gelap. Dan setelah  tiba di garis finish.
          Bruuuuk,,,!!
          Tubuhku terhempas ke tanah, nafasku terasa sesak, semuanya panik dan aku terlihat begitu lemah, sahabatku  segera  membawaku  ke  rumah sakit. Dan alhamdulillah aku brhasil ditangani oleh dokter.
Tidak  terasa  waktu  telah  berlalu, ujian akhir telah  berhasil ku lalui, dan kini tiba saatnya hari-hari yang paling menegangkan, yaitu hari pengumuman kelulusan dan sekaligus perpisahan siswa kelas IX.
Mama pun menghadiri acara tersebut.
          “Ya ALLAH SWT, semoga kami semua lulus ujian” doaku.
Disaat pembagian hasil penggumuman tiba.
Ketika mama membuka surat pengumuman tersebut, tiba-tiba mama mengeluarkan wajah yang sangat sedih, aku pun terkejut, aku takut jika aku tidak lulus ujian, aku pun menangis. Tiba-tiba raut wajah mama berubah menjadi raut wajah senang.
“Hahaha,,,, selamat ya nak.. Kamu dinyatakn lulus” ucap mama kepadaku.
Ya ampun ternyata mama membohongiku, aku pun memeluk orang tuaku.
 “Alhamdulillah ya ALLAH SWT” ucapku.

***

Setelah beberapa minggu, aku dan sahabat-sahabatku pergi mendaftar sebagai siswa baru ke SMA Negeri 1 Taliwang,  yang  ada di  Jln.  Telaga  Biru No.  1  Taliwang,  Kabupaten Sumbawa Barat.
Dan syukur Alhamdulillah kami di terima.
Satu uji tes seleksi telah berhasil aku lalui, sekarang tinggal tes tulis.
Dan Alhamdulillah aku dapat mengisi tes tersebut dengan baik.
          Keesokan harinya ketika pengumuman hasil tes, aku datang  bersama  mama  untuk  mendengarkan  hasilnya. Dan ternyata aku lulus dengan peringkat ke 22 dari kurang lebih 160 siswa. Cukup membanggakan buat aku yang sakit-sakitan ini bisa mendapatkan peringkat ke 22.
          Dua rintangan telah berhasil ku lalui, sekarang tingal satu lagi rintangan yang harus ku lalui.
Keesokan harinya aku pun menjalani pramos (persiapan masa orientasi siswa).
          Karena kegiatan yang terlalu padat mama dan ayahku menghawatirkan keadaanku, mereka takut kalau LUPUS kambuh dan bangun menyerangku. Namun, Alhamdulillah karena pertolongan dan hidayah dari Allah SWT keadaanku sehat-sehat saja.
Pada hari itu tepatnya tanggal 5 Juli 2012, hari terakhir pramos, hari penentuan di terima atau tidaknya aku di  SMA  Negeri  1  Taliwang ini.
Namun di akhir hari pramos,  aku sempat sakit, aku berusaha menahan rasa  sakit  itu  dan  alhamdulillah berkat perlindungan dari Allah aku mampu melewatinya, dengan perlahan tubuhku kembali fit.
 “Kami akan membagikan sebuah surat yang didalamnya berisi keputusan, diterima atau tidaknya kalian di SMA ini..!” ucap kakak Pembina kepada seluruh siswa.
Kami semua pun menjadi gelisah.
Ketika semua surat telah dibagikan.
          Dengan perlahan aku pun membuka dan membacanya kata demi kata isi surat itu dan tiba-tiba sampailah mataku tertuju pada tulisan “Nur Indah Kurniasari dinyatakan tidak lulus”, aku pun terkejut dan langsung menangis memeluk sahabatku Fadhila Mardatulla yang sering aku panggil Poteng, dia sahabatku sejak aku duduk di SD. Dia sangat baik dan sayang sama aku.
“Ya Allah SWT, aku tidak lulus, Poteng”, ucapku sambil memeluk poteng.
          Kakak Pembinaku pun menyuruh yang tidak lulus maju ke depan kelas, yang maju hanya aku dan satu temanku, yaitu Nanda. Begitu banyak kakak Pembina yang datang melihat dan  menertawakan kami. Aku malu, aku takut.
          “Cuma kalian berdua di sekolah ini yang tidak lulus, apa kalian tidak malu..??” ucap salah satu dari kakak Pembina.
          Aku pun terkejut mendengar kata-kata sentakan dari mereka dan tak sadar air mataku terjatuh membasahi pipiku.
          “Itu salah kalian juga yang tidak aktif dalam pramos ini”, ucap kakak Pembina.
 “Panggil semua siswa yang ada di kelas lain, suruh mereka semua melihat dua orang yang sedang berdiri di depan  kelas ini yang tidak lulus karena ulah mereka yang nakal..!!” ucap kakak Pembina.
Ya Allah SWT,  aku sangat takut. Sedangkan, air mataku tak pernah ingin berhenti, tetap terjatuh, terjatuh dan terjatuh. Ketika semua siswa datang, mereka menertawakan kami.
Aku saaangaattt malu. Setelah beberapa menit, tiba-tiba.
“Happy Birthday” suara teman-teman dan kakak pembinaku.
Dan dari balik sana, datang sosok pahlawan yang telah berjuang pada tanggal 5 Juli 1996 lalu, yang telah bertaruh nyawa hanya demi kelahiranku, hal yang tak ku sangka akan hadir dalam drama tadi, drama yang telah menguras banyak air mataku.
Beliau mamaku dan aku juga tidak menyangka ternyata keluargaku juga datang menghampiriku sambil membawa sebuah kue.
 “Ya Allah SWT, aku baru ingat ternyata hari ini adalah hari ulang tahun ku” ucapku dalam hati.
Rentang waktu terkadang membuat kita lupa bahwa kita semakin dewasa. Kini umur ku telah genap 16 tahun. Tak  terasa air mataku pun keluar lagi. Namun, kali ini adalah air mata bening, air mata kebahagiaanku.
“Begitu bahagianya aku ya Allah, moment yang tak akan pernah aku lupakan, hari-hari bahagia ini akan selalu ku kenang selamanya.” ucapku dalam hati.

***

          Saat hari belajar mengajar tiba, kami di bagikan kelas baru dan aku mendapat kan kelas baru, yaitu kelas sepuluh dua dan sekaligus juga teman baru. Aku duduk semeja dengan seorang perempuan bernama Iga Mudalipa, dia anak dari SMP Negeri 3 Taliwang, dia sangat baik sekali sama aku, kemarin kita satu kelas saat pramos, dan tidak disangka juga sekarang kami satu kelas lagi.
Di kelas sepuluh dua, begitu banyak teman-teman yang baik kepadaku.
Selama 6 bulan kami bersatu, kami bermain bersama, bercanda bersama, dan disaat itulah aku menemukan  lagi sahabat yang sangat sayang kepadaku, kami selalu bersama, bermain bersama, bercanda bersama dan sedihnya pun juga bersama. Mereka selalu punya cara untuk membuatku tetap tersenyum, berkat mereka hidupku menjadi lebih berwarna.
Beberapa minggu kemudian,  LUPUS ku terbangun, dia mengamuk dan kembali menyerang ku, aku pun jatuh sakit dan tidak dapat mengikuti aktivitas belajar mengajar dengan normal seperti biasanya. Tapi tidak lama kemudian aku kembali pulih. Dan aku kembali menjalani aktivitasku seperti biasa.

***

Satu tahun kemudian….
Tidak terasa, sudah satu tahun aku menjadi siswa SMA, kini aku semakin mengerti tentang artinya kesabaran.
Liburan kenaikan kelas pun tiba. Aku dan keluargaku pergi berlibur ke Mataram. Senyuman ini mulai terbentuk lagi di bibirku dan kebahagiaan-kebahagiaan  yang sempat terputus kini tersambung lagi di tengah-tengah keluarga kami.
Dan saat itu bertepatan dengan hari ulang tahunku. Orang tuaku pun memberi kejutan dengan membeli sebuah kue ulang tahun. Kami pun bermain bersama, bercanda ria.
Tidak terasa kini aku telah berusia 17 tahun. Tak ada lagi aku melihat air mata yang selalu membasahi pipi kedua orang tuaku. Senyuman-senyuman itu kini menambah indahnya liburan kami.
Namun, semuanya berkata lain. Lupus itu telah bergabung dalam liburan ini. Dan aku pun jatuh sakit lagi.
Keesokan harinya kami pun pulang ke Taliwang, dan setelah tiba di Taliwang, aku segera istirahat.
Namun aku masih lemah. Sebagai pertolongan pertama, aku pun dilarikan ke AIA klinik yang ada di wilayah NNT, maluk dan aku di tangani oleh Dr. Aneke Samuel, dan syukur Alhamdulillah, beberapa minggu kemudian, keadaanku kembali normal.
Aku tahu, jalanku ini masih panjang, aku ingin membahagiakan kedua orang tuaku, dan mereka yang ada di sekelilingku, aku ingin mengejar cita-citaku, aku ingin membuktikan kepada mereka yang mengejekku, kalau aku mampu dan kuat melewati ini semua.
          Dan suatu hari nanti aku yakin Allah SWT akan mengabulkan doaku, Allah akan mengambil dia dari hidupku dan membuangnya jauh-jauh dari kehidupanku.
          Dan juga, aku berharap, setelah aku, tidak akan ada lagi orang yang merasakan hal pahit sperti yang aku rasakan, aku brharap aku adalah orang terakhir yang menderita karena   penyakit ini. Jangan lagi ada orang lain ya Allah SWT karena ini sangat perih. Cukup hanya aku yang merasakannya.
AMIN YA ROBBAL ALAMIN.

***

3 komentar:

  1. kereen bangeeet... terharu sy, sampe nangis bacanya.. good job mba' Indah..

    BalasHapus
  2. Semangaaaaat dek :* do'a terus dek gak ada yg tau takdir tuhan :) ceritanya bagussssss

    BalasHapus
  3. Peoses hidup munpenuh cobaan indah, Insyaallah kamu Khusnul khatimah dalam akhir hidup ini. Engkau telah berdoa agar org lain tak merasakan apa yg kamu rasakan. Semoga Allah menempatkan mu di sisi Nya. Bunda dan ayah mu sdh begitu setia merawat mu. Mrk adalah orang tua yg baik, telah menunaikan amanah Allah SWT. Insyallah mrk akan bersama mu di Surga Allah nanti. Ya Allah tulisan ini telah mengispirasi banyak org yg membacanya. Begitu pentingnya sabar dan ihlas, bahwa hidup selalu pasrah kepada Mu adalah jalan yg terbaik menuju Surga Mu. Kini Indah telah Kaubpanggil utk duduk disamping Mu. Trims ya dik Indah sdh membuat kami ingat akan pentingnya Sabar dan Ihlas.

    BalasHapus